29.1.07

Ganteng itu relatif, (jelek itu mutlak?)

NewScientist: Beauty is in the eye of your friends

Cewek-cewek, akui saja bahwa kalian menganggap Brad Pitt itu ganteng hanya karena teman-teman kalian menganggap dia ganteng. Ini sudah dibuktikan secara ilmiah! Atau setidaknya, ada bukti yang mendukung hal tersebut dari hasil penelitian di Inggris ini.

Pada penelitian tersebut, orang diberi gambar berisi potret dua orang pria berbeda dan diminta menentukan pria mana yang lebih menarik. Selanjutnya, gambar sepasang pria yang sama diberikan dengan tambahan potret wanita sedang memandang ke arah salah satu pria tersebut; wanita tersebut bisa digambarkan sedang tersenyum atau tidak. Hasil penelitian menunjukkan bahwa potret pria yang terlihat sedang diamati oleh potret wanita yang tersenyum cenderung dianggap menarik oleh wanita penilai. Bila pria yang menilai, hal yang terjadi adalah kebalikannya; potret pria yang terlihat sedang diamati oleh potret wanita yang tersenyum cenderung dianggap tidak menarik.

Hasil penelitian tersebut mendukung bukti-bukti dari spesies lain bahwa makhluk betina cenderung memilih jantan yang pernah dilihatnya bersama betina yang lain. Artinya, betina cenderung memilih pasangannya berdasarkan penilaian "teman-temannya". Mungkin hal tersebut dilakukan betina untuk menghemat energi dan waktu; daripada susah-susah mencari pejantan sempurna, pilih saja yang sudah pernah dipilih betina lain.

Lalu bagaimana dengan kecenderungan penilai pria tadi? Para ilmuwan pelaku penelitian tersebut berkesimpulan bahwa semangat kompetisi membuat pria cenderung menilai negatif pria lain yang mendapat perhatian secara sosial oleh wanita. Dengan kata lain, wajar bila pria menganggap Brad Pitt atau Orlando Bloom itu jelek...hehehe.


...dan omong-omong...

Labels: , ,


...selengkapnya

8.1.07

Tes DNA murah meriah

Eurekalert!: Rapid, Low-Cost DNA Testing: Improving our Health and Catching Criminals

Metode tes DNA yang digunakan untuk mendeteksi keberadaan DNA tertentu memiliki banyak aplikasi, dari mendeteksi bibit penyakit sampai melacak pelaku tindak kejahatan. Metode konvensional umumnya relatif mahal dan memakan waktu lama, sementara metode baru menggunakan partikel nano yang ditemukan oleh dua orang ilmuwan di Amerika Serikat ini menawarkan alternatif yang (katanya) lebih cepat dan jauh lebih murah.

Teknik temuan Huixiang Li dan Lewis Rothberg tersebut melibatkan kemampuan partikel emas berukuran nano untuk berikatan dengan DNA. Prinsipnya, digunakan untai pendek DNA yang disebut probe untuk mendeteksi keberadaan DNA sampel. Probe tersebut dirancang spesifik untuk gen tertentu, misalnya gen khusus virus flu burung, sehingga bila ada DNA virus flu burung pada sampel, DNA probe tadi akan menempel atau ber-"hibridisasi" pada DNA flu burung tersebut. Agar probe yang sudah terhibridisasi dapat dideteksi, digunakan penandaan fluoresensi; probe tersebut sudah terlebih dahulu diberi zat yang akan berpendar bila disinari dengan panjang gelombang tertentu. Peran partikel nano emas dalam hal ini adalah untuk mengikat probe yang tidak terhibridasi agar bila dilakukan penyinaran pada sampel yang sudah dicampur dengan probe, yang akan berpendar hanyalah probe yang sudah berhibridisasi dengan DNA target pada sampel. Dengan demikian, keberadaan DNA yang sesuai dengan DNA probe dapat dilihat dari pendaran sampel tersebut. Jumlah DNA target tersebut kira-kira berbanding lurus terhadap intensitas pendaran sinar yang dihasilkan.

Keunggulan teknik ini dibandingkan dengan teknik konvensional, yaitu elektroforesis DNA, adalah pada kecepatan dan harganya. Elektroforesis umumnya memakan waktu sekitar satu jam dan membutuhkan biaya satu dolar untuk sekali tes, sedangkan teknik baru ini, menurut berita yang saya baca, hanya membutuhkan waktu lima menit dan biaya lima sen! Penyingkatan waktu tersebut memang masuk akal, karena elektroforesis mengandalkan pemisahan molekul DNA dalam medan listrik, yang memang membutuhkan waktu, sementara teknik baru ini tampaknya hanya membutuhkan pendeteksian dengan sinar yang tidak membutuhkan banyak waktu.

Saya hanya belum benar-benar yakin bahwa teknik tersebut akan jauh lebih murah. Disebutkan juga dalam artikel bahwa untuk memulai menggunakan teknik ini, suatu laboratorium hanya membutuhkan dana sebesar $600, sedangkan untuk elektroforesis, dibutuhkan dana $1000. Saya tidak tahu unsur-unsur apa saja yang bisa membuat elektroforesis jadi begitu mahal (Bahan gel? Pewarna etidium bromida? Biaya listrik?), tapi bagaimana dengan teknik baru yang menggunakan partikel nano dari emas ini? Emas sendiri mahal, apalagi bila harus dibuat sebagai partikel berukuran nano.

Kekurangyakinan saya mungkin memang hanya berasal dari kekurangtahuan saya. Tapi, bila memang seunggul yang diberitakan, mudah-mudahan teknik tersebut dapat segera diaplikasikan di mana-mana (dan semoga lisensi patennya nanti tidak terlalu mahal).

Pranala luar


...dan omong-omong...

Labels: ,


...selengkapnya

3.1.07

"Gen" sumbang

Mungkin Anda pernah tahu seseorang yang pandai sekali menyanyi, lagu apa saja bisa dinyanyikannya persis seperti penyanyi aslinya atau bahkan lebih bagus. Tapi, mungkin juga Anda pernah mendengar orang yang berusaha keras menyanyi bagus tapi ''nadanya ke mana-mana'' alias sumbang. Ternyata kemampuan seseorang untuk membedakan nada sumbang dalam musik itu merupakan faktor keturunan. Setidaknya demikianlah menurut buku yang sedang saya baca.

Berdasarkan penelitian pada subjek banyak pasangan-saudara-kembar, tim peneliti si penulis buku menemukan bahwa pitch perception atau kemampuan menangkap nada sumbang tersebut 80% terwariskan. Artinya kira-kira, pada seratus pasangan kembar, 80 pasangan sama-sama mampu (atau tidak mampu) menangkap nada sumbang, sementara pada 20 pasangan lainnya kemampuan atau ketidakmampuan tersebut hanya dimiliki salah seorang dari pasangan kembar. Kemampuan menangkap nada sumbang tersebut ditentukan dari respons subjek terhadap 24 lagu populer yang dimainkan secara benar atau secara sumbang.

Dikatakan juga bahwa satu dari 20 orang sama sekali tidak mampu membedakan nada, yaitu sama sekali salah dalam menentukan apakah lagu yang dimainkan sumbang atau tidak, sementara satu dari empat orang kurang mampu menangkap nada. Sementara itu, kebanyakan orang dapat menentukan secara benar sumbang atau tidaknya 19-22 lagu dari kedua puluh empat lagu tersebut. Hanya 10% dari seluruh subjek yang dapat menentukan dengan benar kesumbangan semua lagu yang dimainkan.

Kata penulis juga, sebenarnya kita semua memiliki kemampuan meniru nada secara sempurna pada saat dilahirkan. Kemampuan ini, bersama kemampuan untuk menangkap segala jenis bunyi yang dapat dihasilkan orang lain, mungkin membantu manusia berkomunikasi dengan ibu masing-masing pada waktu bayi. Namun kemampuan menangkap nada secara sempurna tersebut tidaklah bertahan lama, kecuali mungkin pada beberapa orang berbakat.

Mozart adalah salah seorang yang terkenal memiliki kemampuan menangkap nada secara sempurna, bahkan memiliki memori sempurna akan nada (tala mutlak). Pada umur tiga tahun ia dikatakan sudah mampu membunyikan akord, umur empat tahun memainkan musik singkat, dan umur lima tahun menulis konserto. Saya ingat pernah juga membaca bahwa Mozart biasa menggubah karyanya secara lengkap di dalam pikirannya, sebelum lalu menyalin utuh secara tertulis karya tersebut hanya dari memorinya. Ayah Mozart, Leopold, juga seorang pemusik; mungkin dari dialah bakat tersebut berasal.

Lalu bagaimana dengan satu dari 20 orang tadi? Apa mau dikata, namanya juga faktor bawaan. Jadi kalo nanti denger pengamen atau peserta audisi Indonesian Idol yang nyanyinya fals, harap maklum aja, emang dari sononya gitu kali.


...dan omong-omong...

Labels: , ,


...selengkapnya